Cerita Cinta - Sewaktu aku berusia 25 tahun disaat itu aku gak ada pekerjaan , dimana aku disuruh untuk membantu saudara dalam hal bisnisnya bergelut di dunia pasar selama kurang lebih 4 bulanan aku ikut dengan dia hingga suatu saat aku kenal dengan salah satu pelanggan yang sering datang , namanya yaitu Bu Nuria aku di minta bantuannya untuk sekalian mengantar di rumahnya, gak jauh sih dari pasar. cerita orang ngentot, kumpulan cerita ngentot, ngentot cerita, cerita hot ngentot, cerita nyata ngentot
Aku menurunkan pesanannya dan saat menutup pintu mobil aku disuruh untuk duduk dulu dibuatkan minum yang dingin “Vin tolong bawakan minum ke depan mas ade disana”,
Mendengar bu Nuria menyuruh orang aku gak tau kalau yang datang adalah wanita dia adalah anak dari bu nuria namanya Vina aku tebak umurnya mungkin baru 20 an tahun , wajahnya juga mirip sama bu Nuria tapi kulitny lebih putih Vina.
“Mas, minum dulu…” begitu dia menyapaku.
“I.. Iya.. Makasih..” balasku.
Masih sambil senyum dia balik kanan untuk masuk kembali ke dalam rumahnya. Aku masih tertegun sambil memandangnya. Seperti ingin tembus pandang saja niatku, ‘Pantatnya aduhai, jalannya serasi, lumayan deh..’ batinku.
Tak seberapa lama Bu Nuria keluar. Dia sudah ganti baju, mungkin yang biasa dia pakai kesehariannya..
“Dik Ade, itu tadi anak saya si Vina..” kata Bu Nuria.
“Dia tuh lagi ngurus surat-surat katanya mau ke Malaysia jadi TKW.” lanjutnya. Aku manggut-manggut..
“O gitu yah.. Ngapain sih kok mau jauh-jauh ke Malaysia, kan jauh.. Nanti kalau ada apa-apa gimana..” aku menimpalinya.
Begitu seterusnya aku ngobrol sebentar lalu pamit undur diri. Belum sampai aku menstater mobil pickupku, Bu Nuria sambil berlari kecil ke arahku..
“Eh dik Ade, tunggu dulu katanya Vina mau ikut sampai terminal bis. Dia mau ambil surat-surat dirumah kakaknya. Tungguin sebentar ya..”
Aku tidak jadi menstater dan sambil membuka pintu mobil aku tersenyum karena inilah saatnya aku bisa puas mengenal si Vina. Begitulah akhirnya aku dan Vina berkenalan pertama kali. Aku antar dia mengambil surat-surat TKW-nya. Di dalam perjalanan kami ngobrol dan sambil bersendau gurau.
Di situ aku mulai berani ngomong yang sedikit nakal, karena sepertinya Vina tak terlalu kaku dan lugu layaknya gadis-gadis didesa. Pantas saja dia berani merantau keluar negeri, pikirku.
Sesampai dirumah kakaknya, ternyata tuan rumah sedang pergi membantu tetangga yang sedang hajatan. Hanya ada anaknya yang masih kecil kira-kira 7 tahunan dirumah. Vina menyuruhnya memanggilkan ibunya.
“Eh Ugi, Ibu sudah lama belum perginya? susulin sana, bilang ada Lik Vina gitu yah..”
Ugi pergi menyusul ibunya yang tak lain adalah kakaknya Vina. Selagi Ugi sedang menyusul ibunya, aku duduk-duduk di dipan tapi di dalam rumah. Vina masuk ke ruangan dalam mungkin ambil air atau apa, aku diruangan depan. Kemudian Vina keluar dengan segelas air putih ditangannya.
“Mas minum lagi yah.. Kan capek nyetir mobil..” katanya.
Diberikannya air putih itu, tapi mata Vina yang indah itu sambil memandangku genit. Aku terima saja gelasnya dan meminumnya. Vina masih saja memandangku tak berkedip. Akupun akhirnya nekat memandang dia juga, dan tak terasa tanganku meraih tangan Vina, dingin dan sedikit berkeringat.
Tak disangka, malah tangan Vina meremas jariku. Aku tak ambil pusing lagi tangan satunya kuraih, kugenggam. Vina menatapku.
“Mas.. Kok kita pegang-pegangan sih..” Vina setengah berbisik.
Agak sedikit malu aku, tapi kujawab juga, “Abis, .. Kamu juga sih..”
Setelah itu sambil sama-sama tersenyum aku nekad menarik kedua tangannya yang lembut itu hingga tubuhnya menempel di dadaku, dan akhirnya kami saling berpelukan tidak terlalu erat tadinya. Tapi terus meng-erat lagi, erat lagi.. Buah dadanya kini menempel lekat didadaku. Aku semakin mendapat keberanian untuk mengelus wajahnya.
Aku dekatkan bibirku hingga menyentuh bibirnya. Merasa tidak ada protes, langsung kukecup dan mengulum bibirnya. Benar-benar nikmat. Bibirnya basah-basah madu. Tanganku mendekap tubuhku sambil kugoyangkan dengan maksud sambil menggesek buah dadanya yang mepet erat dengan tubuhku. Sayup-sayup aku mendengar Vina seperti mendesah lirih, mungkin mulai terangsang kali..
Apalagi tanpa basa-basi tonjolan di bawah perutku sesekali aku sengaja kubenturkan kira-kira ditengah selangkangannya. Sesekali seperti dia tahu iramanya, dia memajukan sedikit bagian bawahnya sehingga tonjolanku membentur tepat diposisi “mecky”nya.
Sinyal-sinyal nafsu dan birahiku mulai memuncak ketika tanpa malu lagi Vina menggelayutkan tangannya dipundakku memeluk, pantatnya goyang memutar, menekan sambil mendesah. Tanganku turun dan meremas pantatnya yang padat.
Akupun ikut goyang melingkar menekan dengan tonjolan penisku yang menegang tapi terbatas karena masih memakai celana lumayan ketat. Ingin rasanya aku gendong tubuh Vina untuk kurebahkan ke dipan, tapi urung karena Ugi yang tadi disuruh Vina memanggil ibunya sudah datang kembali.
Buru-buru kami melepas pelukan, merapikan baju, dan duduk seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Begitu masuk, Ugi yang ternyata sendirian berkata seperti pembawa pesan.
“Lik Vina, Ibu masih lama, sibuk sekali lagi masak buat tamu-tamu. Lik Vina suruh tunggu aja. Ugi juga mau ke sana mau main banyak teman. sudah ya Lik..”
Habis berkata begitu Ugi langsung lari ngeloyor mungkin langsung buru-buru mau main dengan teman-temannya. Aku dan Vina saling menatap, tak habis pikir kenapa ada kesempatan yang tak terduga datang beruntun untuk kami, tak ada rencana, tak ada niat tahu-tahu kami hanya berdua saja disebuah rumah yang kosong ditinggal pemiliknya.
“Mas, mending kita tunggu saja yah.. sudah jauh-jauh balik lagi kan mubazir.. Tapi Mas Ade ada
acara nggak nanti berabe dong..” berkata Vina memecah keheningan.
Dengan berbunga-bunga aku tersenyum dan setuju karena memang tidak ada acara lagi aku dirumah.
“Vin sini deh.. Aku bisikin..” kataku sambil menarik lengan dengan lembut.
“Eh, kamu cantik juga yah kalau dipandang-pandang..”
Tanpa ba-Bi-Bu lagi Vina malah memelukku, mencium, mengulum bibirku bahkan dengan semangatnya yang sensual aku dibuat terperanjat seketika. Akupun membalasnya dengan buas. Sekarang tidak berlama-lama lagi sambil berdiri. Aku mendorong mengarahkannya ke dipan untuk kemudian merebahkannya dengan masih berpelukan.
Aku menindihnya, dan masih menciumi, menjilati lehernya, sampai ke telinga sebelah dalam yang ternyata putih mulus dan beraroma sejuk. Tangannya meraba tonjolan dicelanaku dan terus meremasnya seiring desahan birahinya.
Merasa ada perimbangan, aku tak canggung-canggung lagi aku buka saja kancing bajunya. Tak sabar aku ingin menikmati buah dada keras kenyal berukuran 34 putih mulus dibalik bra-nya.
Sekali sentil tali bra terlepas, kini tepat di depan mataku dua tonjolan seukuran kepalan tangan aktor Arnold Swchargeneger, putih keras dengan puting merah mencuat kurang lebih 1 cm. Puas kupandang, dilanjutkan menyentuh putingnya dengan lubang hidungku, kuputar-putar sebelum akhirnya kujilati mengitari diameternya kumainkan lidahku, kuhisap, sedikit menggigit, jilat lagi, bergantian kanan dan kiri.
Vina membusung menggeliat sambil menghela nafas birahi. Matanya merem melek lidahnya menjulur membasahi bibirnya sendiri, mendesah lagi.. Sambil lebih keras meremas penisku yang sudah mulai terbuka resluiting celanaku karena usaha Vina.
Tanganku mulai merayap ke sana kemari dan baru berhenti saat telah kubuka celana panjang Vina pelan tapi pasti, hingga berbugil ria aku dengannya. Kuhajar semua lekuk tubuhnya dengan jilatanku yang merata dari ujung telinga sampai jari-jari kakinya. Nafas Vina mulai tak beraturan ketika jilatanku kualihkan dibibir memeknya.
Betapa indah, betapa merah, betapa nikmatnya. Clitoris Vina yang sebesar kacang itu kuhajar dengan kilatan kilatan lidahku, kuhisap, kuplintir-plintir dengan segala keberingasanku. Bagiku Mecky dan klitoris Vina mungkin yang terindah dan terlezaat se-Asia tenggara.
Kali ini Vina sudah seperti terbang menggelinjang, pantatnya mengeras bergoyang searah jarum jam padahal mukaku masih membenam diselangkangannya. Tak lama kemudian kedua paha Vina mengemVin kepalaku membiarkan mulutku tetap membenam di meckynya, menegang, melenguhkan suara nafasnya dan…
“Aauh.. Ahh.. Ahh.. Mas.. Vina.. Mas.. Vina.. Keluar.. Mas..” mendengar lenguhan itu semakin
kupagut-pagut, kusedot-sedot meckynya, dan banjirlah si-rongga sempit Vina itu. Iri sekali rasanya kalau aku tak sempat keluar orgasme, kuangkat mukaku, kupegang penisku, kuhujam ke memeknya.
Ternyata tak terlalu susah karena memang Vina tidak perawan lagi. Aku tak perduli siapa yang mendahului aku, itu bukan satu hal penting. Yang penting saat ini aku yang sedang berhak penuh mereguk kenikmatan bersamanya. Lagipula aku memang orang yang tidak terlalu fanatik norma kesucian, bagiku lebih nikmat dengan tidak memikirkan hal-hal njelimet seperti itu.
Kembali ke “pertempuranku”, setengah dari penisku sudah masuk keliang memek semVinnya, kutarik maju mundur pelan, pelan, cepet, pelan lagi, tanganku sambil meremas buah dada Vina. Rupanya Vina mengisyaratkan untuk lebih cepat memacu kocokan penis saktiku, akupun tanggap dan memenuhi keinginannya. Benar saja dengan
“Ahh.. Uhh”-nya Vina mempercepat proses penggoyangan aku kegelian. Geli enak tentunya.
Semakin keras, semakin cepat, semakin dalam penisku menghujam.
Kira-kira 10 menit berlalu, aku tak tahan lagi setelah bertubi-tubi menusuk, menukik ke dalam sanggamanya disertai empotan dinding memek bidadari calon TKW itu, aku setengah teriak berbarengan desahan Vina yang semakin memacu, dan akhirnya detik-detik penyampaian puncak orgasme kami berdua datang.
Aku dan Vina menggelinjang, menegang, daan.. Aku orgasme menyemprotkan benda cair kental di dalam mecky Vina. Sebaliknya Vina juga demikian.
Mengerang panjang sambil tangannya menjambak rambutku.. Tubuhku serasa runtuh rata dengan tanah setelah terbang ke angkasa kenikmatan. Kami berpelukan, mulutku berbisik dekat telinga Vina.
“Kamu gila Vin.. Bikin aku kelojotan.. Nikmat sekali.. Kamu puas Vin?”
Vina hanya mengangguk, “Mas Ade.., aku seperti di luar angkasa lho Mas.. Luar biasa benar kamu Mas..” bisiknya..
Sadar kami berada dirumah orang, kami segera mengenakan kembali pakaian kami, merapihkannya dan bersikap menenangkan walaupun keringat kami masih bercucuran. Aku meraih gelas dan meminumnya.
Kami menghabiskan waktu menunggu kakaknya Vina datang dengan ngobrol dan bercanda. Sempat Vina bercerita bahwa keperawanannya telah hilang setahun lalu oleh tetangganya sendiri yang sekarang sudah meninggal karena demam berdarah. Tapi tidak ada kenikmatan saat itu karena berupa perkosaan yang entah kenapa Vina memilih untuk memendamnya saja.
Begitulah akhirnya kami sering bertemu dan menikmati hari-hari indah menjelang keberangkatan Vina ke Malaysia. Kadang dirumahnya, saat Bu Nuria kepasar, ataupun di kamarku karena memang bebas 24 jam tanpa pantauan dari sepupuku sekalipun.
Tak lama setelah keberangkatan Vina aku pindah ke Jakarta. Khabar terakhir tentang Vina aku dengar setahun yang lalu, bahwa Vina sudah pulang kampung, bukan sendiri tapi dengan seorang anak kecil yang ditengarai sebagai hasil hubungan gelap dengan majikannya semasa bekerja di negeri Jiran itu.
Sedang tentangku sendiri masih berpetualang dan terus berharap ada “Vina-Vina” lain yang nyasar ke pelukanku. Aku masih berjuang untuk hal itu hingga detik ini. Kasihan sekali aku
0 Komentar